Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) menyatakan bahwa korupsi di tengah laut difasilitasi oleh aparat penegak hukum dan pejabat lokal.
Di Surabaya, Jumat (12/1/2024), Mahfud menyatakan, "Kita ingin membangun negara maritim yang demokratis, 2/3 kekayaan kita ini laut, tapi laut ini tidak dikelola dengan baik, sehingga di utara, Laut Natuna, itu dimasuki kapal asing dan kita kadang-kadang diam saja karena ada permainan."
Mahfud juga mencontohkan korupsi di tengah laut: sebuah kapal dari Irian melakukan transaksi minyak ilegal dan akhirnya ditangkap.
Menurutnya, ada pejabat yang mengatakan bahwa itu tidak masalah, bahwa itu tidak sesuai dengan protokol Indonesia atau Tokyo, dan hanya perlu dikembalikan dan didenda Rp1 miliar. Dia menegaskan bahwa tidak mungkin untuk ditangkap, dihukum, atau mencuri di laut kita, karena ini laut.
Selanjutnya, Mahfud menyatakan bahwa di bidang perikanan, saat ini ada peraturan yang membatasi jumlah kapal yang dapat berlayar ke Laut Natuna karena alasan keamanan. Ini berarti kapal nelayan kecil tidak dapat berlayar ke laut tersebut untuk menangkap ikan.
Mahfud menyatakan bahwa banyak ikan yang dicuri oleh negara tetangga di Natuna Utara. Nelayan lokal tidak dapat beroperasi karena kapal nelayan lokal sangat kecil dan dibatasi oleh menteri perikanan. Kapal (kecil) ini tidak boleh pergi jauh dari beberapa kilometer, yang merupakan bahaya.
Meskipun demikian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengaku sempat berusaha membantu para nelayan lokal dengan mengirimkan sekitar 100 kapal. Subdisi akan menerima minyak untuk memungkinkan mereka mencapai tengah laut dan menangkap ikan dengan kapal asing.
Mahfud menyatakan bahwa setelah kapal tiba di sana, tidak ada bagian dari minyak subsidi yang dicuri oleh aparat yang menjualnya di tengah laut dan dititipkan ke pom bensin, padahal itu minyak subsidi. Akibatnya, kapal dari Jawa Tengah pulang. Pak kami tidak dapat membeli minyak subsidi, dan kami malah rugi sampai di sini, ini mungkin karena korupsi. (*)